Untuk Dia
Siapa?
Bukan kamu! Tapi dia. Dia yang kutemui di kota istimewa, Jogjakarta.
Kapan?
Jogjakarta itu istimewa karena budayanya. Seperti dia, istimewa apa adanya. Bukan apa yang dia miliki, tapi bagaimana hati ini mensyukuri dia menerimaku dengan segala kekurangan. Mengingat pertama kali kami bertemu itu mudah, cukup dengan mengingat kapan terjadinya gerhana matahari waktu itu. Menemukan wanita sepertinya itu susah, seperti menantikan kedatangan gerhana kembali yang hanya datang puluhan atau ratusan tahun lamanya.
Di mana?
Gerhana bisa terlihat di mana saja, tapi berbeda dengan dia. Waktu itu dia hanya ada di hadapanku, di depan mataku, persis di depan mataku. Tapi aku tak bisa menatapnya terlalu lama, karena aku takut dia curiga. Curiga kalau aku sudah menyukainya sejak lama, padahal itu pertama kali berjumpa. Berjumpa di tempat sarapan pagi bersama. Bukan makanannya menarik bagiku, karena melihat menu sarapan itu sudah biasa. Tapi dia berbeda dari yang lain yang pernah ku lihat. Karena berbeda itu menarik bagiku. Seperti dia berbeda dengan wanita yang lainnya.
Bagaimana?
Tapi di depanku bukan hanya ada dia, ada seseorang yang mempertemukan ku dengannya yaitu temanku. Teman yang memberikan jalan untuk mengenalnya, hingga akhirnya dia akan aku miiki seutuhnya. Utuh dan sempurna seperti gerhana terlihat pada waktu itu. Dan kesempurnaan adalah relativitas penilaian manusia. Begitu juga dia, hanya sempurna bagiku, hanya bagiku dan akan jadi milikku.
Kenapa?
Bukan karena sesuatu aku milihnya tapi Tuhan yang menetapkannya, Sang Maha Memutuskan. Tak perlu banyak penjelasan dan alasan, karena cinta tidak butuh itu. Hanya butuh keyakinan dan kepercayaan bahwa Tuhan telah memilihkan yang terbaik dan terpantas untuk kita.
Apa?
Kata orang cinta bisa datang pada pandangan pertama, tapi itu tidak untuk ku. Karena tidak seperti gerhana yang hanya bisa terlihat beberapa jam saja yang membuat orang rindu dan terlena akan kedatangannya. Kemudian menghilang sampai puluhan atau ratusan tahun lamanya. Tapi keyakinan hati ini untuk dia akan selalu hadir seperti mentari yang dijumpai setiap hari. Dan keyakinan cinta tidak perlu secepat gerhana melihatkan dirinya ataupun selama hari tanpa diterangi mentari di malam hari. Namun cinta cukup diyakinkan dan diucapkan di sepertiga malamku. Ketika aku menghadap Tuhan-ku, sang Maha Petujuk bahwa dia pilihanku.
–
–
–
Dalam rangka 8.760 jam saling menyakinkan, mempercayai dan memiliki dia, Nilam Kemala Odang.